Minggu, 18 Maret 2012

PROSES ACARA MAULID ADAT BAYAN


Tradisi Maulid Nabi ala adat Bayan ini berjalan selama dua hari. Hari pertama adalah persiapan bahan makanan dan piranti upacara lainnya  yang disebut “kayu aiq”, sementara hari kedua adalah do’a dan makan bersama yang dipusatkan di masjid kuno Bayan. Para pelaksana prosesi ‘Mulud Adat Bayan”  terdiri dari warga Desa Loloan, Desa Anyar,Desa  Sukadana,Desa Senaru,Desa Karang Bajo dan Desa Bayan,yang semua Desa tersebut merupakan kesatuan wilayah Adat yang disebut Komunitas Masyarakat Adat Bayan.
Perhitungan berdasarkan ‘Sereat’ (Syari’at) Adat Gama di Bayan  “Mulud Adat Bayan” dilaksanakan pada dua hari setelah ketepan Kalender Islam  Maulid Nabi tgl.12 Rabi’ul Awal tepatnya dimulai pada tanggal 14-15 Rabi’ul Awal yang tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 18-19 Februari, Komunitas Masyarakat Adat  Sasak Karang Bajo, Kecamatan  Bayan, Lombok Utara, sejumlah masyarakat adat bersiap-siap melakukan rangkaian acara perayaan Maulid Nabi yang digelar secara adat,masyarakat adat setempat biasa menyebutnya  dengan “Mulud Adat”,
Sejak pagi hari Masyarakat Adat Bayan berbondong-bondong menuju "Kampu" yaitu desa asli atau area yang pertama didiami oleh suku sasak Islam Bayan, mereka menyerahkan sebagian sumber penghasilannyadari hasil bumi  seperti, padi,beras,ketan, kelapa,sayur-sayuran, buah-buahan,dan hewan ternak beserta “batun dupa” (uang) dan menyatakan nadzarnya kepada “Inan Menik” yaitu seorang perempuan yang menerima hasil bumi dari para warga nantinya hasil bumi tersebut akan diolah menjadi hidangan (sajian) untuk dihaturkan kepada ulama dan tokoh adat sasak Bayan dikeesokan hari  pada hari ke dua Mulud Adat, hal ini adalah bentuk rasa syukur warga atas penghasilannya, kemudian “Inan Menik” memberikan tanda di dahi warga adat dengan “mamaq” dari sirih sebagai ritual penandaan anak adat yang disebut “Menyembeq” .
Selanjutnya Masyarakat  Adat Bayan bahu membahu  membersihkan tempat  yang disebut  BALEN UNGGUN (tempat sekam/dedak),BALEN TEMPAN  (Tempat alat-alat penumbuk padi),membersihkan Rantok (tempat menumbuk padi), membersihkan tempat Gendang gerantung, selanjutnya  sebagian dari kelompok masyarakat Adat menjemput gamelan  Gendang Gerantung ,setibanya Gendang Gerantung  di tempat yang sudah disediakan dilakukan acara ritual selamatan penyambutan dan serah terima dengan ngaturan Lekes Buaq (sirih dan pinang),kemudian acara ritual “Taikan Mulud” (Rangkaian Mulud Adat dimulai),
Perkiraan waktu ‘gugur kembang waru’ (sekitar jam 15.30 waktu setempat) Para wanita  memulai “Menutu Pare” (menumbuk padi) bersama-sama secara  berirama dengan menggunakan Tempan terbuat dari bambu panjang ditempat menumbuk padi yang berbentuk seperti lesung perahu yang  disebut “Menutu” (menumbuk).  Di saat yang bersamaan diiringi dengan gamelan  Gendang Gerantung khas Desa Bayan , sebagian kaum laki-laki mencari bambu tutul untuk dijadikan sebagai umbul-umbul yang akan  dipajang pada setiap pojok masjid kuno Bayan acara ini disebut “Tunggul” yang dipimpin oleh seorang pemangku yang disebut “Melokaq Penguban”  setelah mendapat restu  dengan pemberian lekoq buaq (sirih dan pinang)  oleh “Inan Menik” ,lekoq buaq inilah yang dijadikan sebagai media bertabiq kepada pohon bamboo yang akan ditebang.
Malam harinya bertepatan dengan bulan purnama  dimana tunggul (umbul-umbul) sudah terpasang pada setiap pojok masjid Kuno,para pemimpin Adat dan Agama mulai  “Ngengelat”  yaitu mendandani dalam ruangan Masjid Kuno dengan symbol-simbol sarat makna,dan setelah itu disaat para pemain gamelan sudah memasuki  halaman Masjid Kuno  Bayan pertanda acara bertarungnya dua orang warga pria dengan menggunakan rotan (Temetian) sebagai alat pemukul dan perisai sebagai pelindungnya yang terbuat dari kulit sapi, akan segera dimulai, permainan yang biasa disebut “Presean” ini biasa dilakukan oleh para “Pepadu” atau orang yang dihandalkan dalam permainan ini, namun pada acara Mulud Adat ini siapa saja yang ingin dipersilahkan, atau warga yang bernadzar bahwa ketika Mulud Adat dia akan bertarung.  Permainan yang dihelat tepat didepan Masjid Kuno Bayan ini, tidak didasari rasa dendam dan merasa jagoan namun bagian dari ritual dan  hiburan dan apabila salah satu pemain terluka, atau mengundurkan diri keduanya harus meminta maaf dengan bersalaman seusai permainan. Ini merupakan tradisi ritual dan  hiburan Mulud Adat yang dilakukan sejak berabad-abad lamanya.
Seusai acara “Temetian” atau “Presean” para pemimpin Adat,pemimpin Agama besrta tokoh-tokoh masyarakat lainnya dan terbuka bagi siapapun  yang ingin ikut serta pada berkumpul di “Berugaq Agung” untuk saling bercerita lepas dan berdiskusi serta berwacana tentang segala hal.
Pada hari kedua 15 Rabi’ul awal (tgl.18 Februari 2011) warga perempuan adat memulai kegiatannya dengan “menampiq beras” yaitu membersihkan beras yang telah di “Tutu” atau di “Rantok” yang dilanjutkan dengan acara “Misoq Beras” (mencuci beras) dengan iring-iringan panjang para perumpuan adat dengan rapi berbaris dengan bakul beras dikepala menuju sebuah mata air Lokoq Masan Segah namanya yang memang dikhusukan untuk mencuci beras dikala ritual dilaksanakan,jarak mata air ini sekitar 400 meter dari ‘Kampu”. Prasayarat para pencuci beras ini adalah perempuan dalam keadaan suci (tidak dalam masa haid),sepanjang jalan berpantang untuk berbicara,tidak boleh menoleh dan memotong jalan barisan.  Setelah beras dicuci lalu dimasak menjadi nasi tibalah saatnya untuk “Mengageq”  yaitu menata hidangan diatas sebuah tempat yang dibuat dan dirancang sedemikian rupa yang disebut “Ancaq”
Pada sore harinya, “Praja Mulud” atau para pemuda Adat yang telah didandani menyerupai dua pasang pengantin  diring bersama-sama  dari rumah “Pembekel Beleq Bat Orong” (Pemangku adat dari Bayan Barat) menuju Masjid Kuno dengan membawa sajian  yang berupa hidangan seperti nasi dan lauk pauknya . “Praja Mulud” ini mengambarkan proses terajdinya perkawinan langit dan bumi, Adam dan Hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten yang  dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan.
Setibanya di masjid lalu salah seorang pemuka agama memimpin do’a. Seusai do’a acara dilanjutkan dengan makan bersama yang dikuti para jama’ah atau warga adat  yang datang kemudian untuk menyantap hidangan yang telah disediakan.ini merupakan wujud rasa syukur warga adat sasak  Bayan kepada para ulama sekaligus menjadi puncak acara perayaan kelahiran Nabi Muhammad S.A.W yang dirayakan secara adat  Bayan.
Bayan dan “Pemaliq Leket”
Bayan yang terletak di Kabupaten Lombok Utara merupakan daerah awal masuknya Islam di Pulau Lombok, yang dibawa oleh para Wali Songo terbukti dari adanya Masjid Kuno Bayan sebagai masjid pertama dan menjadi pusat penyebaran agama Islam pada abad ke 16  di Pulau Lombok, kemudian terjadilah penggabungan antara adat sasak dan agama Islam. Di areal masjid yang bentuk bangunannya masih sangat tradisional ini dikelilingi oleh beberapa maqam para leluhur penyebar agama Islam di Pulau Lombok seprti  maqam Gauz  Abdul Razak yang disebut makam Reaq terletak di barat daya masjid,maqam Titik Mas Pelawangan di bagian selatan masjid,maqam Titik Mas Penghulu dibagian timur laut masjid berderet kearah barat maqam Sesait,maqam Karang Salah dan Makam Desa Anyar.
Konstruksi atap masjid kuno Bayan mencerminkan tingginya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat adat Bayan. Atap bangunan dengan kemiringan yang sangat tajam tampaknya mempercepat jatuhnya air hujan ke tanah.
Menapaki pintu masjid ini para pemeluk menunjukkan penghormatannya pada sang Khaliq dengan berjalan menunduk. Memang pintu masjid itu nyaris tidak tampak karena atapnya yang menjurai kebawah sekitar satu meter dari permukaan tanah. Ini membuat orang yang masuk mau tak mau harus menundukkan kepala. Sikap menunduk ditambah larangan-larangan tadi, adalah symbol penghormatan dan pengabdian pada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa betapa kecilnya manusia di hadapan Sang Khaliq, dan shalat itu juga sebenarnya cara menghambakan diri pada Sang Pencipta. Atas kehendaknya manusia itu ada, dan kepada-Nya pula manusia akan kembali.
“Pemaliq Leket” adalah sesuatu yang tabu untuk dilakukan,apabila dilanggar maka akan berdampak kepada kemalangan bagi pelanggarnya dalam bahasa Sasak pada umumnya juga disebut “Tulah Manuh” atau Kualat.  Ketaatan masyarakat adat Bayan terhadap adat dan agama itu terlihat pula saat mengunjungi tempat tinggal para pimpinannya. Misalnya untuk memasuki kampu yang dihuni tokoh agama (Maq Lebe dan Inaq Lebe) dan tokoh Adat (Maq Lokaq dan Inaq Lokaq) siapapun dia harus menngenakan pakaian adat Sasak Bayan seperti sarung,ikat kepala (sapuq) dan tanpa baju bagi para pria, serta semacam kemban (jawa) untuk wanita. Selain itu komunitas adat Bayan juga dilarang memakai pakaian dalam dan perhiasan. Aturan yang sama berlaku juga bila orang memasuki masjid kuno.
Demikianlah prosesi mulud Nabi ala adat Bayan, yang bagi peneliti kelebihan Bayan mungkin menjadi inspirasi dan media keilmuan yang tiada berkesudahan. Bagi para tamu pengunjung,dari Bayan mereka akan memperoleh suguhan unik dan sarat makna yang dimanapun dan kapanpun tidak dapat dijumpai di luar Pulau Lombok .

2 komentar:

  1. wow tulisannya bagus dan salam kenal.
    1 pertanyaan saya foto2 ini dapat dimana? karena ini foto waktu teman2 AMAN dan ANBTI berkunjung ke Kr. Bajo tahun 2012 kalau tidak salah. ada gambarq juga disana.
    makasi

    BalasHapus
  2. vodio maulid adat karang bajo tahun 2012 masih ada gk.. mohon dikirim donk. karena itu waktu kkn saya disana. jadi kangen mereka..

    BalasHapus